Warisan Kepemimpinan" Pasifik; Peringatan 30 Tahun Beijing Ingatkan Platform Aksi Regional Lebih Dulu Ada.
"Warisan Kepemimpinan" Pasifik; Peringatan 30 Tahun Beijing Ingatkan Platform Aksi Regional Lebih Dulu Ada.
![]() |
| Pacific Woman. Save Gender. |
Pendahuluan: Sebuah Klaim atas Sejarah dan Agency.
Di ruang rapat PBB yang sarat dengan diplomasi
global, sebuah frasa sederhana namun penuh daya menggema dari ucapan Perdana
Menteri Kepulauan Solomon, Yang Terhormat Jeremiah Manele: "Warisan
Kepemimpinan". Frasa ini, yang disampaikan dalam Pertemuan Tingkat Tinggi
UNGA80 untuk memperingati 30 tahun Konferensi Dunia Keempat tentang Perempuan
dan Platform Aksi Beijing, bukanlah sekadar retorika. Ia adalah inti dari
sebuah narasi korektif yang dengan bangga ditampilkan oleh kawasan Pasifik.
Sementara dunia berfokus pada Beijing 1995 sebagai momen bersejarah, para
pemimpin Pasifik, dalam suara kolektif yang digalang oleh Forum Kepulauan
Pasifik (PIF), dengan lantang mengingatkan bahwa jejak mereka telah tertoreh lebih
dahulu.
Peringatan ini bukanlah soal bersaing untuk
klaim sejarah, melainkan soal penegasan agency
sebuah penyataan bahwa Pasifik bukanlah pihak pasif yang hanya
mengadopsi agenda global. Mereka adalah arsitek visioner dari agenda mereka
sendiri. Seperti ditegaskan PM Manele, "Setahun sebelum Beijing, kawasan
ini meluncurkan Platform Aksi Pasifik yang dengan berani menempatkan kesetaraan
gender sebagai inti agenda regional kita." Pernyataan ini, yang didukung
oleh para pemimpin seperti Presiden Marshall Hilda Heine, Perdana Menteri
Tuvalu Feleti Teo, dan Perdana Menteri Fiji Sitiveni Rabuka, menggeser pusat
gravitasi wacana. Beijing tetap penting, namun Platform Aksi Pasifik 1994
menempatkannya dalam konteks yang lebih luas: sebagai bagian dari sebuah
perjalanan panjang yang dipimpin sendiri oleh orang-orang Pasifik.
Artikel ini akan membedah makna mendalam dari
"warisan kepemimpinan" ini. Kita akan mengeksplorasi bagaimana
Platform Aksi Pasifik 1994 lahir dari kebutuhan akan relevansi kultural dan otonomi
kebijakan, menganalisisnya bukan hanya sebagai dokumen kebijakan tetapi sebagai
pernyataan politik yang merefleksikan cara Pasifik memandang dunia, serta
menilai bagaimana warisan tersebut menjadi landasan bagi perjuangan kontemporer
melawan tantangan terbesar kawasan, terutama krisis iklim.
1: Membongkar "Warisan Kepemimpinan" Dari Konsep ke Realitas.
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
"warisan kepemimpinan" dalam konteks ini? Warisan ini bukanlah
monumen statis, melainkan sebuah tradisi yang hidup dari visi, keberanian, dan
tindakan kolektif. Warisan ini dibangun di atas tiga pilar utama:
1. Kepeloporan Intelektual dan Politik:
Keberanian untuk merumuskan platform regional setahun sebelum konferensi global
besar menunjukkan tingkat kesadaran dan komitmen politik yang tinggi. Para
pemimpin dan aktivis Pasifik pada era 1990-an telah memiliki analisis yang
tajam tentang kondisi perempuan di kawasan mereka dan memiliki visi untuk
mengubahnya. Mereka tidak menunggu untuk diberi tahu apa yang harus dilakukan;
mereka telah memulainya. Kepeloporan ini adalah klaim atas kapasitas
intelektual dan otonomi politik kawasan.
2. Kontekstualisasi sebagai Bentuk Kepemimpinan:
Kepemimpinan sejati terletak pada kemampuan untuk mengadaptasi prinsip universal
ke dalam realitas lokal. Platform Aksi Pasifik 1994 adalah wujud dari
kepemimpinan semacam ini. Alih-alih mengadopsi mentah-mentah draf Beijing,
kawasan ini menghasilkan sebuah dokumen yang berbicara langsung tentang
kehidupan perempuan Pasifik: keterkaitan mereka dengan lautan dan tanah, dampak
uji coba nuklir, kerentanan terhadap bencana alam, dan dinamika unik dalam
masyarakat kepulauan kecil. Dengan melakukan ini, Pasifik memimpin dengan
contoh, menunjukkan kepada dunia bahwa kesetaraan gender harus memiliki akar
kultural agar dapat berkelanjutan.
3. Kepemimpinan dari Pinggiran: Dalam geopolitik
global, Pasifik sering dianggap sebagai "pinggiran". Namun, dengan
inisiatif seperti Platform Aksi 1994, kawasan ini membalikkan narasi tersebut.
Mereka menunjukkan bahwa kepemimpinan dapat bersumber dari mana saja, dan bahwa
perspektif dari komunitas yang paling rentan justru sering kali paling visioner
dalam memahami keterkaitan antara keadilan sosial, keberlanjutan lingkungan,
dan perdamaian. Warisan kepemimpinan ini adalah warisan suara yang berani
bersuara lantang dari tengah lautan teduh.
Dengan demikian, ketika PM Manele menyebut
"warisan kepemimpinan", ia sedang mengajak audiens global untuk
melihat Pasifik bukan sebagai objek belas kasihan, tetapi sebagai subjek dari
sejarah mereka sendiri—sebagai kawasan yang telah lama memimpin dengan caranya
sendiri.
2: Platform Aksi Pasifik 1994: Sebuah Manifesto Kultural dan Politik.
Untuk sepenuhnya menghargai signifikansi
Platform Aksi Pasifik 1994, kita harus memahaminya lebih dari sekadar dokumen
kebijakan. Ia adalah sebuah manifesto politik dan kultural yang mencerminkan
karakter Pasifik.
Latar Belakang Kelahiran: Sebuah Kebutuhan yang
Mendesak Awal 1990-an adalah era dimana globalisasi mulai mempercepat arus ide.
Bagi banyak negara Pasifik, yang baru saja merdeka atau sedang berjuang untuk
otonomi yang lebih besar, terdapat kekhawatiran bahwa agenda global yang
didominasi oleh kekuatan Barat tidak akan memahami atau menghargai kompleksitas
masyarakat mereka. Kebutuhan untuk memiliki kerangka kerja sendiri sangat
mendesak. Pertemuan-pertemuan regional yang difasilitasi oleh Pacific Community
(SPC) menjadi wadah dimana suara-suara perempuan dari pulau-pulau terpencil
bisa didengar dan disintesiskan menjadi sebuah visi bersama. Prosesnya sendiri
partisipatif dan inklusif, mencerminkan nilai-nilai konsensus Pasifik.
Isi-Isi Visioner yang Mendahului Zamannya:
Beberapa area yang dicakup oleh Platform tersebut menunjukkan kedalaman
visinya:
Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan: Jauh
sebelum Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang Perempuan, Perdamaian, dan
Keamanan disahkan pada tahun 2000, Platform Pasifik sudah membahas dampak konflik
dan ketidakstabilan terhadap perempuan, termasuk warisan uji coba nuklir di
Marshall Islands dan Polinesia Prancis. Ini adalah analisis keamanan yang
berpusat pada manusia yang sangat progresif.
Lingkungan dan Pembangunan Berkelutan: Platform
tersebut secara eksplisit menghubungkan pemberdayaan perempuan dengan
pengelolaan sumber daya alam. Ia mengakui peran kritis perempuan dalam
konservasi keanekaragaman hayati, pertanian subsisten, dan ketahanan
pangan—sebuah pengakuan yang sekarang menjadi pusat dari wacana pembangunan
berkelanjutan global.
Kesehatan dan Pendidikan dengan Perspektif
Kepulauan: Platform tersebut menangani tantangan spesifik dalam memberikan
layanan kesehatan dan pendidikan yang berkualitas kepada perempuan dan anak
perempuan di komunitas yang tersebar di ribuan pulau, sebuah realitas yang
hampir tidak ada dalam dokumen-dokumen global pada masa itu.
Dengan fokus pada isu-isu yang sangat spesifik
bagi Pasifik, platform ini menjadi bukti bahwa kepemimpinan berarti memiliki
keberanian untuk mendefinisikan prioritas sendiri.
3: Peringatan 30 Tahun Beijing sebagai Panggung untuk Menegaskan Kembali Narasi Pasifik.
Pernyataan kolektif di UNGA80 adalah sebuah
momen strategis yang dimanfaatkan dengan sangat baik oleh PIF. Ini bukan hanya
acara seremonial, melainkan sebuah panggung diplomasi budaya di mana Pasifik
mengontrol narasinya.
Menggunakan Beijing sebagai Batu Loncatatan,
Bukan Tujuan Akhir: Dengan menghadiri peringatan Beijing, Pasifik menunjukkan
solidaritas global. Namun, dengan secara proaktif menyoroti platform mereka
sendiri yang lebih dahulu ada, mereka mengubah acara tersebut dari sekadar
pengakuan terhadap momen global menjadi sebuah platform untuk mempromosikan
pencapaian dan visi regional. Mereka menggunakan momentum Beijing sebagai
pengeras suara untuk cerita mereka sendiri.
Diplomasi Berbasis Kekuatan (Strength-Based
Diplomacy): Pendekatan ini merupakan pergeseran dari narasi defisit yang sering
melekat pada negara-negara berkembang. Alih-alih berfokus pada apa yang kurang
di Pasifik, para pemimpin menampilkan apa yang dimiliki Pasifik: sejarah
kepemimpinan, kebijakan yang visioner, dan komitmen yang berkelanjutan. Ini
adalah diplomasi yang memberdayakan, yang bertujuan untuk membangun
kredibilitas dan posisi tawar di meja perundingan global, terutama dalam hal
pembiayaan untuk pembangunan dan iklim.
Memperkuat Solidaritas Regional Internally:
Pesan yang disampaikan oleh PM Manele atas nama PIF juga ditujukan untuk
pendengar internal. Ini adalah seruan untuk menyatukan kembali dan
merevitalisasi komitmen negara-negara anggota terhadap agenda kesetaraan
gender. Dengan merayakan warisan bersama, mereka memperkuat ikatan regional dan
mendorong aksi yang lebih kohesif di tingkat nasional dan komunitas.
4: Warisan dalam Ujian: Kepemimpinan Pasifik Menghadapi Tantangan Kontemporer.
Warisan kepemimpinan tidak hanya diukur oleh
pencapaian masa lalu, tetapi oleh kemampuannya untuk membimbing tindakan dalam
menghadapi tantangan masa kini. Di sini, warisan Platform Aksi Pasifik diuji
oleh dua kekuatan dahsyat abad ke-21.
1. Pertarungan Eksistensial: Perubahan Iklim
Krisis iklim adalah ujian terbesar bagi kepemimpinan Pasifik. Dalam pertarungan
ini, kesetaraan gender dan aksi iklim terjalin tak terpisahkan. Warisan
kepemimpinan Pasifik terletak pada kemampuannya untuk mengenali dan
menindaklanjuti hubungan ini jauh sebelum dunia luas melakukannya.
Perempuan sebagai Korban dan Agen Solusi:
Perempuan Pasifik, sebagai pengelola utama sumber daya rumah tangga, merasakan
dampak krisis iklim lebih dahulu dan lebih dalam. Namun, warisan Platform Aksi
1994 mengajarkan untuk tidak melihat mereka hanya sebagai korban. Mereka adalah
pemegang pengetahuan tradisional tentang adaptasi, konservasi, dan ketahanan
komunitas. Kepemimpinan kontemporer Pasifik berarti memastikan bahwa suara
perempuan, kebutuhan mereka, dan solusi mereka menjadi inti dari semua
kebijakan dan pembiayaan iklim regional dan internasional. Dengan melakukan
ini, Pasifik sekali lagi memimpin dengan contoh, menunjukkan pendekatan yang
holistik dan inklusif terhadap keamanan iklim.
2. Tantangan yang Berkelanjutan: Kekerasan
Berbasis Gender (GBV) Di tengah pencapaiannya, Pasifik masih bergumul dengan
salah satu tingkat kekerasan terhadap perempuan tertinggi di dunia. Ini adalah
noda pada catatan kepemimpinan mereka. Namun, warisan kepemimpinan yang sejati
terletak pada pengakuan terhadap tantangan ini dan komitmen untuk mengatasinya.
Banyak negara Pasifik telah melakukan reformasi hukum yang signifikan,
mendirikan layanan dukungan, dan meluncurkan kampanye kesadaran publik.
Mengakui dan secara terbuka membahas GBV di panggung global, seperti yang
sering dilakukan oleh para pemimpin Pasifik, adalah bagian dari kepemimpinan
itu sendiri—sebuah penolakan terhadap budaya diam dan sebuah komitmen pada
akuntabilitas.
5: Melampaui Beijing - Masa Depan "Warisan Kepemimpinan" Pasifik.
Tiga puluh tahun setelah Platform Aksi Pasifik
dan Beijing, pertanyaannya adalah: ke mana arah "warisan
kepemimpinan" ini selanjutnya?
1. Kepemimpinan dalam Ekonomi Biru dan Digital:
Kawasan Pasifik mendefinisikan masa depannya melalui ekonomi biru (berbasis
kelautan) yang berkelanjutan dan transformasi digital. Warisan kepemimpinan
mensyaratkan bahwa perempuan harus berada di garis depan transisi ini. Ini
berarti memastikan akses yang setara kepada pelatihan keterampilan digital,
pembiayaan untuk usaha rintisan yang dipimpin perempuan di sektor biru, dan
partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan tentang tata kelola laut dan
data. 2. Kepemimpinan dalam Diplomasi Iklim Global: Pasifik telah menjadi suara
moral yang kuat dalam negosiasi iklim global. Memasukkan perspektif gender yang
kuat ke dalam advokasi iklim mereka—misalnya, dengan mendesak agar dana
adaptasi iklim langsung mengalir ke organisasi perempuan—akan menjadi evolusi
logis dari warisan mereka. Ini akan memperkuat pesan mereka dan menjadikannya
lebih efektif. 3. Mentransfer Tongkat Estafet kepada Generasi Baru: Warisan
harus diteruskan. Investasi dalam kepemimpinan anak muda, khususnya anak
perempuan dan perempuan muda Pasifik, melalui pendidikan, mentorship, dan ruang
politik, adalah kunci untuk memastikan bahwa api kepemimpinan ini terus menyala
selama tiga puluh tahun ke depan.
Kesimpulan:
Peringatan 30 tahun Beijing di PBB menjadi saksi
sebuah momen penting dimana Pasifik dengan percaya diri menegaskan kembali
narasinya sendiri. "Warisan Kepemimpinan" yang disebut oleh Perdana
Menteri Jeremiah Manele adalah sebuah narasi yang hidup sebuah kombinasi dari
prestasi sejarah yang membanggakan dan panggilan untuk bertindak di masa kini
dan masa depan.
Platform Aksi Pasifik 1994 berdiri sebagai bukti
abadi bahwa orang-orang Pasifik adalah arsitek takdir mereka sendiri. Ia
mengajarkan pelajaran universal: bahwa pembangunan yang sejati haruslah kontekstual,
bahwa suara dari pinggiran sering kali membawa kebijakan yang paling dalam, dan
bahwa kepemimpinan dalam kesetaraan gender adalah fondasi bagi masyarakat yang
tangguh dan damai.
Dengan membawa warisan ini ke panggung global
tertinggi, Pasifik tidak hanya mengenang masa lalu. Mereka sedang membingkai
masa depan. Mereka menantang komunitas global untuk mengakui berbagai jalan
menuju kesetaraan dan untuk bermitra dengan mereka dalam semangat saling
menghormati. Warisan kepemimpinan Pasifik, oleh karena itu, bukanlah
peninggalan yang tergeletak di rak arsip, melainkan kompas yang aktif menuntun
kawasan dan memberikan inspirasi kepada dunia melalui perairan yang belum
terpetakan dari abad ke-21. Dalam bayangan krisis eksistensial dan peluang
transformatif, kompas itu menunjuk pada sebuah kebenaran sederhana: masa depan
yang setara harus dibangun dengan mempelajari masa lalu yang visioner, dan
Pasifik telah lama memiliki peta tersebut.

Posting Komentar untuk "Warisan Kepemimpinan" Pasifik; Peringatan 30 Tahun Beijing Ingatkan Platform Aksi Regional Lebih Dulu Ada."