Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hari ini di UNGA80: Peringatan Tiga Puluh Tahun Konferensi Dunia Keempat Tentang Perempuan.

Hari ini di UNGA80: Peringatan Tiga Puluh Tahun Konferensi Dunia Keempat Tentang Perempuan.

sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada 23 september 2025.

 

 

Sebuah Analisis Mendalam atas Pernyataan Kolektif Forum Kepulauan Pasifik yang Menegaskan Kembali Kepeloporan Regional dalam Kesetaraan Gender.

 

 

Laporan Utama.

 

NEW YORK, Pada, 23 September 2025 Dalam sebuah pertemuan tinggi yang penuh makna di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa hari ini, Sidang Umum ke-80 (UNGA80) menyelenggarakan peringatan tiga dekade salah satu momen paling bersejarah dalam perjuangan global untuk kesetaraan gender: Konferensi Dunia Keempat tentang Perempuan dan adopsi Platform Aksi Beijing tahun 1995. Suasana di ruang sidang utama dipenuhi oleh semangat refleksi dan komitmen yang diperbarui. Namun, di antara seruan global untuk mempercepat implementasi platform tersebut, yang bergema paling keras dan paling visioner justru datang dari suara kolektif kawasan yang sering kali ditempatkan di pinggiran peta geopolitik: Pasifik.

 

Pimpinan sidang hari ini disaksikan oleh pernyataan resmi dari Yang Terhormat Jeremiah Manele, Perdana Menteri Kepulauan Solomon yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Kepulauan Pasifik (PIF). Dalam kapasitasnya sebagai ketua regional, Manele tidak hanya menyampaikan pidato nasional, tetapi membawakan Pernyataan PIF yang powerful, sebuah dokumen yang mewakili konsensus dan aspirasi kolektif 18 negara anggota forum. Yang membuat pernyataan ini begitu signifikan adalah klaim sejarah yang tegas dan penuh kebanggaan yang dikemukakannya.

 

“Seiring kita memperingati 30 tahun Platform Aksi Beijing,” tegas Perdana Menteri Manele dengan lantang, “Pasifik juga merayakan warisan kepemimpinannya. Setahun sebelum Beijing, kawasan ini meluncurkan Platform Aksi Pasifik yang dengan berani menempatkan kesetaraan gender sebagai inti agenda regional kita.”

 

Pernyataan ini bukan sekadar pengantar. Ini adalah sebuah penegasan ulang atas agency, visi, dan kepeloporan Pasifik. Sementara dunia berkumpul untuk mengenang Beijing 1995, Pasifik hadir untuk mengingatkan dunia bahwa mereka telah memulai perjalanan ini lebih awal, dengan peta jalan mereka sendiri yang lahir dari realitas dan kebutuhan spesifik kawasan kepulauan terbesar di dunia.

 

Pernyataan kolektif ini diperkuat oleh dukungan vokal dari sejumlah pemimpin Pasifik terkemuka yang juga hadir dan menyampaikan pandangan mereka dalam pertemuan tingkat tinggi tersebut. Terdapat Yang Terhormat Hilda Heine, Presiden Republik Kepulauan Marshall, yang kehadirannya sendiri sebagai salah satu dari sedikit perempuan kepala negara di kawasan itu merupakan simbol nyata dari kemajuan yang diperjuangkan. Hadir pula Yang Terhormat Feleti Teo, Perdana Menteri Tuvalu, yang mewakili suara negara pulau kecil yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, serta Yang Terhormat Sitiveni Rabuka, Perdana Menteri Fiji, salah satu kekuatan ekonomi dan diplomatik utama di Pasifik. Kehadiran mereka bersama-sama menciptakan sebuah front yang bersatu dan menunjukkan tingkat komitmen politik tertinggi dari kawasan ini terhadap agenda kesetaraan gender.

 

Analisis: Membongkar Signifikansi Pernyataan PIF di Panggung Global.

 

 

Pernyataan PIF hari ini di UNGA80 merupakan sebuah momen diplomatik yang strategis dan berlapis makna. Analisis terhadap pernyataan ini mengungkap setidaknya empat dimensi signifikansi yang lebih dalam.

 

1. Klaim atas Sejarah dan Kepeloporan (Claiming Historical Agency) Dengan secara eksplisit menyebutkan Platform Aksi Pasifik tahun 1994, PM Manele melakukan lebih dari sekadar membagikan trivia sejarah. Ia sedang melakukan reclaiming narrative—mengklaim kembali narasi bahwa Pasifik adalah subjek aktif dalam perjuangan kesetaraan global, bukan sekadar objek atau penerima pasif dari agenda yang dirumuskan di tempat lain. Ini adalah tindakan dekolonial dalam wacana gender internasional. Dengan menegaskan bahwa kawasan mereka telah memiliki visi sendiri yang bahkan mendahului kesepakatan global, Pasifik membangun kredibilitas dan legitimasi yang kuat. Mereka menyatakan, “Kami bukan hanya pengikut; kami adalah pelopor yang kontribusinya patut diakui.”

 

2. Diplomasi Berbasis Kekuatan (Strength-Based Diplomacy) Biasanya, diplomasi negara-negara kecil seringkali berfokus pada menyoroti kerentanan dan memohon bantuan. Pernyataan PIF hari ini membalik narasi tersebut. Alih-alih berfokus pada apa yang kurang, mereka menonjolkan apa yang mereka miliki: sebuah warisan kepemimpinan dan kebijakan yang visioner. Pendekatan strength-based ini lebih memberdayakan dan meningkatkan posisi tawar mereka di hadapan mitra pembangunan dan lembaga keuangan internasional. Ini mengubah dinamika dari hubungan donor-penerima menjadi hubungan kemitraan yang didasarkan pada saling menghormati dan pengakuan atas kontribusi intelektual.

 

3. Menghubungkan Kesetaraan Gender dengan Agenda Eksistensial Kawasan: Perubahan Iklim Pesan dari Pasifik tidak berhenti pada nostalgia. Inti dari penegasan kembali komitmen mereka adalah pengakuan bahwa kesetaraan gender dan pertarungan melawan perubahan iklim adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bagi negara-negara kepulauan yang menghadapi ancaman eksistensial akibat naiknya permukaan laut, ketahanan iklim mustahil dicapai tanpa partisipasi penuh dan setara dari perempuan. Perempuan Pasifik adalah penjaga pengetahuan tradisional tentang konservasi sumber daya, pengelolaan bencana, dan ketahanan pangan. Dengan menempatkan kesetaraan gender sebagai inti agenda regional, Pasifik sesungguhnya sedang membangun strategi survival yang paling efektif. Pesan implisitnya kepada dunia adalah: “Jika Anda ingin membantu kami beradaptasi dengan perubahan iklim, berinvestasilah pada perempuan kami.”

 

4. Solidaritas Regional dan Penguatan PIF sebagai Kekuatan Diplomatik Penyampaian pernyataan oleh Ketua PIF, didukung oleh beberapa kepala pemerintahan, menunjukkan solidaritas regional yang kuat. Di panggung global, bersuara sebagai sebuah blok yang kohesif memberikan pengaruh yang jauh lebih besar daripada sekadar suara-suara nasional yang terpecah. Momen ini memperkuat peran Forum Kepulauan Pasifik (PIF) sebagai wadah utama untuk koordinasi kebijakan luar negeri dan membangun konsensus kawasan. Ini mengirim sinyal kepada dunia bahwa Pasifik dapat bersatu dan berbicara dengan satu suara yang jelas mengenai isu-isu penting, sebuah faktor yang semakin critical dalam persaingan geopolitik di kawasan Indo-Pasifik.

 

Latar Belakang: Platform Aksi Pasifik 1994 – Sebuah Dokumen Visioner yang Terlupakan.

 

Untuk memahami sepenuhnya kebanggaan dalam pernyataan PM Manele, penting untuk menengok kembali ke Platform Aksi Pasifik untuk Perempuan tahun 1994. Dokumen yang dilahirkan melalui proses konsultasi regional yang dipimpin oleh Pacific Community (SPC) ini adalah sebuah karya yang visioner dan kontekstual.

 

Berbeda dengan draf Beijing yang masih dalam proses penyusunan, Platform Pasifik secara berani dan langsung berbicara dalam bahasa kawasan:

 

· Kontekstualisasi Ekologis: Platform tersebut menempatkan perempuan dalam hubungannya dengan lingkungan Pasifik. Ia membahas akses perempuan kepada sumber daya kelautan dan pertanian, peran mereka dalam mitigasi bencana alam, dan dampak uji coba nuklir terhadap kesehatan dan keamanan mereka.

· Pengakuan terhadap Struktur Sosial: Alih-alih menolak tradisi, platform ini berusaha untuk bekerja secara strategis dalam struktur kepemimpinan tradisional dan nilai-nilai komunitarian untuk memajukan hak-hak perempuan.

· Pendekatan Holistik: Isu perempuan tidak dilihat secara terisolasi. Platform tersebut secara inovatif menghubungkan pemberdayaan gender dengan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, perdamaian, dan keamanan manusia sebuah pendekatan yang kini menjadi arus utama dalam wacana pembangunan global.

 

Dengan demikian, Platform Aksi Pasifik 1994 bukan hanya pendahulu Beijing dalam hal waktu, tetapi juga dalam hal kedalaman analisis kontekstualnya. Ia adalah bukti bahwa kesetaraan gender harus memiliki akar kultural agar dapat berkelanjutan.

 

Tantangan ke Depan: Merangkul Warisan untuk Menghadapi Masa Depan.

 

Meskipun merayakan warisan kepemimpinan, para pemimpin Pasifik juga sangat menyadari tantangan besar yang masih menghadang. Tingkat kekerasan berbasis gender (GBV) di beberapa negara Pasifik masih termasuk yang tertinggi di dunia. Representasi perempuan dalam parlemen dan posisi pengambilan keputusan lainnya, meskipun telah ada kemajuan, masih jauh dari angka yang setara.

 

Oleh karena itu, pernyataan di UNGA80 hari ini harus dilihat bukan sebagai puncak, tetapi sebagai titik tolak untuk aksi yang dipercepat. Komitmen yang dinyatakan di New York harus diterjemahkan ke dalam:

 

1. Reformasi Hukum dan Kebijakan yang Konkret di tingkat nasional untuk mengatasi GBV dan diskriminasi.

2. Alokasi Anggaran yang Memadai untuk program-program pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

3. Penguatan Mekanisme Akuntabilitas untuk memastikan komitmen politik di tingkat tinggi ditindaklanjuti dengan implementasi di tingkat akar rumput.

4. Peningkatan Keterlibatan Laki-Laki dan Anak Laki-Laki sebagai sekutu dalam memperjuangkan kesetaraan.

 

Kesimpulan: Sebuah Suara yang Menggema Melampaui Ruang Sidang PBB.

 

Pertemuan tinggi di UNGA80 hari ini mungkin telah berakhir, namun gema dari pernyataan kolektif Forum Kepulauan Pasifik akan terus bergaung. Hari ini, Pasifik tidak hanya hadir sebagai peserta; mereka hadir sebagai guru yang menawarkan pelajaran berharga tentang visi, ketahanan, dan kepemimpinan.

 

Dengan menegaskan warisan kepemimpinannya, Pasifik mengajak dunia untuk melihat kesetaraan gender bukan sebagai masalah sampingan, tetapi sebagai inti dari pembangunan yang berkelanjutan, perdamaian yang abadi, dan keadilan iklim. Pesan yang dibawa oleh PM Manele, Presiden Heine, PM Teo, dan PM Rabuka adalah pengingat yang jelas: terkadang, visi terbesar untuk masa depan umat manusia justru datang dari pulau-pulau terkecil di lautan kita.

 

Sebagai dunia terus berjuang untuk mewujudkan janji Platform Aksi Beijing, sudut pandang dari Pasifik yang berani, kontekstual, dan mendahului zamannya tidak lagi bisa diabaikan. Ia harus didengarkan, dihargai, dan diintegrasikan ke dalam perjalanan global menuju masa depan yang benar-benar setara.

 

 

Tentang Laporan Ini: Analisis ini didasarkan pada pernyataan resmi yang disampaikan pada Pertemuan Tingkat Tinggi Sidang Umum PBB ke-80, serta kajian terhadap dokumen-dokumen historis dan kebijakan regional Pasifik.

 


Posting Komentar untuk "Hari ini di UNGA80: Peringatan Tiga Puluh Tahun Konferensi Dunia Keempat Tentang Perempuan."